Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Denny Indrayana menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun. Menurut Denny, putusan tersebut bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024.
"Saya berpendapat inilah putusan MK yang merupakan bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024. Sudah saya sampaikan dalam banyak kesempatan, bahwa saat ini penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024," kata Denny dalam keterangan tertulisnya yang diunggah pada akun Twitter @dennyindrayana, dikutip Jumat (26/5/2023).
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini menyatakan ada dua norma Undang-Undang KPK yang diubah melalui Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tersebut. Norma pertama, kata Denny terkait syarat minimal menjadi pimpinan KPK yang bukan hanya minimal 50 tahun, tetapi juga dapat diikuti bagi yang sudah pernah menjabat.
Advertisement
"Melalui putusan demikian, Nurul Gufron bisa mengikuti lagi seleksi Pimpinan KPK meskipun belum berumur 50 tahun, karena saat ini sudah menjabat sebagai komisioner KPK," kata dia.
Denny menilai putusan yang diketok MK atas gugatan yang diajukan Pimpinan KPK, Nurul Ghufron atas masalah batas umur minimal menunjukkan inkonsistensi dari putusan-putusan MK sebelumnya. Padahal, kata dia syarat umur dibebaskan kepada politik hukum pembuat undang-undang untuk merumuskan dan menentukan norma hukumnya.
Norma kedua, ujar Denny lebih problematik yakni soal lama masa jabatan pimpinan KPK yang berubahmenjadi 5 tahun. Sedangkan, dalam ketentuan yang sudah ada, masa jabatan Pimpinan KPK diatur hanya empat tahun.
"Itu artinya Masa jabatan Pimpinan KPK sekarang Firli Bahuri Cs, yang kebanyakan berakhir di Desember 2023, karena dilantik Desember 2019, mendapatkan ekstra tambahan waktu 1 (satu) tahun alias mendapatkan 'gratifikasi perpanjangan masa jabatan', melalui putusan MK ini," jelas Denny.
"Putusan atas norma ini membelah MK dengan 4 hakim memberikandissenting opinion, yaitu: Saldi Isra, Suhartoyo, Wahiduddin Adam, dan Enny Nurbaningsih," sambungnya.
Oleh sebab itu, Denny menilai putusan MK tersebut telah berlaku sejak putusan dibacakan. Sehingga, dia berpandangan masa jabatan Firli Bahuri Cs yang sedang menjabat akan bertambah dari empat tahun menjadi lima tahun.
"Akan ada isu hukum, apakah putusan MK demikian berlaku bagi Firli Cs, artinya berlaku retroaktif? Saya berpandangan secara hukum, norma masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun itu berlaku sejak putusan MK dibacakan hari ini, sehingga masa jabatan beberapa pimpinan yang sedang menjabat, dari awalnya 4 tahun berakhir di Desember 2023, akan berubah menjadi 5 tahun, dan berakhir di Desember 2024," terang dia.
Strategi Pemenangan Pilpres?
Sementara itu, Denny menyampaikan ihwal strategi pemenangan Pilpres 2024 dalam putusan MK yang dimaksud karena adanya kasus-kasus di KPK yang perlu dikawal agar tidak menyasar koalisi tertentu. Dia menyebut, dengan masa jabatan pimpinan KPK yang lebih lama ini nantinya kemungkinan diatur strategi menjerat lawan oposisi du Pilpres 2024.
"Jika proses seleksi tetap harus dijalankan saat ini, dan terjadi Pimpinan KPK di Desember 2023, maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan, dan memukul lawan itu berpotensi berantakan. Terlebih jika pimpinan KPK yang terpilih, tidak sejalan dengan grand design strategy pemenangan Pilpres 2024 tersebut," kata dia.
Oleh karena itu, menurutnya, akan lebih aman jika masa jabatan pimpinan KPK yang saat ini diperpanjang hingga selesainya Pilpres 2024. Sehingga, kasus yang perlu dikawal KPK hingga menyasar koalisi dapat dijalankan sebagai alat tawar politik.
"Putusan MK yang mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, sudah memenuhi kepentingan strategiPilpres yang menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik (political bargaining) penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024," tuturnya.
Advertisement